Tersebutlah seorang bernama Bangkime, asal kampong Kamuri’ dipegunungan Sapatutn Kec. Menjalin. Suatu hari, bersama enam orang temannya, ia ngayo ( mencari kepala musuh ) disepanjang sungai Karimawatn ( sekarang sungai mempawah ). Ditengah perjalanan, rombongan ini bertemu musuhnya dan terjadilah perang tanding yang teramat sengit. Bangkime berhasil membunuh musuhnya dan memotong kepalanya,sedangkan teman-temannya tidak mendapatkan kepala musuh satupun. Karena itu, teman-temannya dengki melihat keberhasilan Bangkime. Perlahan-lahan, mereka menjauh dan berpencar tanpa sepengetahuan Bangkime. Waktu itu, Bangkime sedang merebus ( ngalato” ) kepala hasil kayonya. Tetapi niat teman-temannya ini diketahui Bangkime. Supaya terkesan adil, Bangkime mengatakan bahwa kepala kayau itu adaah milik mereka semua. Namun, pernyataan itu tidak menyurutkan niat teman-temannya.
Suatu hari, teman-temannya mengajak Bangkime untuk mencari kepala lagi, agar semuanya dapat.
“ Bangkime, karena kamu yang paling berani, kamu jadilah kepala jalan. Kami akan mengikutimu “ kata temannya.
“ Baiklah, kalau demikian “jawab Bangkime.
Rencana itu disetujuinya, karena itu, dengan senang hati Bangkime terus berjalan. Rupanya, rencana itu hanya akal-akalan saja. Setelah Bangkime berjalan didepan, secara perlahan mereka mundur dan kembali ke pangkalatn ( persinggahan sementara ), dimana Bangkime telah merebus kepala hasil kayaunya.
Tiba-tiba seekor burung lewat tepat diatas kepalanya. Bangkime teringat dengan teman-temannya. Alangkah terkejutnya ia, ketika melihat tidak ada satu orangpun teman-temannya itu yang mengikutinya. Bergegas ia kembali ke pangkalatn. Betapa kecewanya ia, ketika mendapati kepala hasil kayonya telah hilang. Semua dusa ( bagian hasil )nya telah lenyap pula. Bangkime menangis karena sedih hatinya.
“ Sungguh tega hati kalian, meninggalkanku seorang diri disini “ gumam Bangkime dalam hati. Menyadari dirinya tinggal seorang diri, Bangkime meneruskan perjalanannya. Ia berjalan tanpa kenal lelah, keluar masuk hutan, melewati kampong hingga sampailah ia ditepi sebuah sungai besar. Ia mengikuti jalur sungai ini didaratannya, sambil terus mencari-cari tali talibu’ ( tali yang dijadikan tanda penyeberangan ). Ia pun heran, karena tidak ada satu talipun yang didapatnya. Suatu ketika, ia ingat dan mengenal potongan tali. Rupanya tali itu telah dipotong teman-temannya. Sekali ia sangat sedih, karena kesulitan menyeberang.
“ ah..bagaimana aku ?. disungai ini menurut cerita banyak buayanya, dan sangat ganas. Tidak seorangpun yang berhasil selamat kalau menyeberangi sungai ini “. Katanya dalam hati.
Kembali Bangkime menangis memikirkan keadaan dirinya. Tiba-tiba ia mendengar suara tariu, tidak jauh dari tempatnya. Rupanya, musuh telah mengetahui ada penyerangan oleh Bangkime dan kawan-kawannya dan bermaksud menuntut balas. Bangkime semakin bimbang hatinya. Untuk melawan, dirinya hanya seorang diri sedangkan musuhnya sangat banyak. Ditengah-tengah kegalauannya itu, Bangkime melihat sesuatu timbul dari dalam sungai. Air sungai seakan meluap dan bergelombang. Tiba-tiba kakinya telah basah oleh luapan sungai itu. Alangkah terkejutnya Bangkime, ketika yang muncul adalah seekor labi-labi raksasa. Selama ini belum pernah ia melihat labi-labi sebesar itu.
“ Hei..labi-labi sahabatku, tolonglah aku. Aku sedang dikejar kayo “ kata Bangkime kepada labi-labi itu.
“ siapakah kamu ? mengapa ada disini ? sampai-sampai kedengaran tangismu olehku didalam air. “ sahut labi-labi.
“ Aku Bangkime nek. Aku takut menyeberang “ kata Bangkime.
“ Naiklah dipunggungku. Aku akan meneberangkanmu “ sahut labi-labi.
“ tapi aku takut, nanti kamu tengelamkan dalam air “ kata Bangkime.
“ Aku sungguh-sungguh akan menolongmu. Kalau kau tidak percaya, ambillah kayu mamali yang ada dibelakangmu itu. Kalau kamu sudah naik dipunggungku nanti, tancapkanlah itu dipunggungku, aku pasti mati “
Mendengar ketulusan labi-labi itu, Bangkime menjadi percaya. Ia pun segera naik dipunggung labi-labi itu. Labi-labi membawa Bangkime hingga keseberang sungai. Tetapi, setelah sampai, tiba-tiba labi-labi itu berpesan kepada Bangkime.
“ Bangkime, sekarang aku telah menolongmu. Saya berpesan kepadamu, bahwa jangan kamu dan keturunannmu sekali-kali memakan dagingku. Kalau kamu dan keturunanmu memakan dagingku, maka seumur hidupmu akan susah. Rejeki akan menjauh daripadamu.”
“ Baiklah kalau begitu. Saya dan keturunan saya akan mengingat pesanmu, karena kamu telah menolongku. “
Karena Bangkime telah berjanji, labi-labi itu menyelam lagi dalam sungai besar itu.
Setelah itu, Bangkime melanjutkan perjalanannya.tetapi hari sudah mulai gelap. Kembali ia bingung karena tidak tahu dimana tempatnya sekarang. Karena menemui jalan buntu, ia menangis lagi. Tangisan Bangkime didengar tupai, yang kebetulan lewat.
“ Hei, siapakah kamu yang menangis itu ? “
“ Aku Bangkime, tersesat dihutan ini. “
“ hentikanlah tangismu. Saya akan mengantarmu hingga kekampungmu “
“ bagaimana caranya ? “
“ ikutlah kemana aku meloncat dipohon-pohon “
“ baiklah kalau begitu “
Bangkime kemudian mengikuti kemana tupai itu meloncat dan berjangkit-jangkit, dari satu pohon kepohon lainnya. Berhari-hari lamanya Bangkime dan tupai itu berjalan, hingga suatu hari sampailah ia dikampung Bangkime.
“ bangkime, karena aku telah menolongmu. Sekarang aku berpesan, janganlah ramong bongka’ ( marah hingga membunuh ) aku dan keturunanku nanti. Jangan pernah merusak rumahku. Karena kalau begitu perbuatanmu, kamu dan keturunanmu akan sulit menanam buah-buahan. Kebunmu pasti habis kami makan dan ganggu. Aku akan mengerahkan segala binatang untuk merusak tanamanmu, baik yang kamu tanam didekat rumah maupun diladang “
“ baiklah, karena kamu elah menolongmu, aku dan keturunanku akan mengingat pesan itu. “
Setelah itu, Bangkime kembali kerumahnya dan disambut sukacita oleh keluarganya. Itulah sebabnya, hingga hari ini, Bangkime dan keturunannya yang hidup dan terlahir di kampong Nyawan berpantang makan labi-labi dan mengganggu tupai. Setelah meninggal, Bangkime minta tidak dikuburkan tetapi dibuang disebuah sungai yang bernama sungai Nyawan. Oleh salah seorang cucunya, Pak Doke, lokasi kuburan Bangkime itu kemudian dikeramatkan. Keramat ini masih dijaga oleh penduduk setempat hingga hari ini.
Jumat, 16 Mei 2008
NEK BANGKIME DISELAMATKAN LABI-LABI
Diposting oleh sunawar di 12.36
Label: Cerita Rakyat
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar