Di Rasa Di Roso Di Tarah Di Kakap

Senin, 25 Februari 2008

Prakarsa masyarakat kembali ke sistem asal usul


LAHIRNYA PIAGAM MENJALIN

Menutup millennium kedua, Pemerintah Indonesia membuat peraturan baru mengenai desa. Pada tanggal 7 Mei 1999 disahkan dan diundangkan Undang-undang No 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Peraturan Desa yang semula ada dalam undang-undang tersendiri (UU No 5 tahun 1979)dengan undag-undang baru ii disatukan dalam pengaturan Pemerintahan Daerah. Undang-undang No 22 tahun 199 berlaku efektif pada tahun 2001.

Menyambut peluang itu, Kepala Binua, Perangkatnya dan masyarakat adapt Dayak Kanayatn yang tersebar hamper diseluruh pelosok Kabupaten Landak bertemua dan berdiskusi di Kota Menjalin pada tangal 3-5 mei 2001. Peristiwa inilah yang kemudian terkenal dengan PIAGAM MENJALIN, sebuah dokumen yang bersisi kritik atas pola-pola kebijakan pemerintah desa orde baru. Mereka menyadari bahwa semanjak dimulainya otonomi daerah dalam tahun ini, segela daya upaya haruslah dikerahkan agar rakyat Landak merebut kembali kedaulatannya yang dirampas oleh system desa.

Segala daya upaya ini dimaksudkan agar kehidupan hamper 300.000 rakyat Landak semakin membaik. Namun harapan itu dapat saja kandas sekedar sebagai sejarah saja, bila pemerintah yang telah terbentuk ini gagal menjalankan tugas sejarah yang mulia ini. Kegagalan itu mereka perkirakan justru dilangkah-langkah awal. Berhasil teridentifikasi dua hal yang dapat dijadikan indikasi dari kemungkinan gagal atau berhasilnya Pemerintahan Kabupaten Landak kedepan yakni (i) Pemahaman tentang hakekat dari kewenangan yang dipunyai pemerintahan (ii) Pemahaman tentang masalah dari rakyat landak dan sebab-sebabnya beserta rute baru untuk memulihkan kerusakan dan meletakkan fondasi bagi landak yang sehat dimasa yang akan datang.

Dalam diskusi kemudian muncul kesadaran bahwa Undang-undangNomor 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa……yang menyeragamkan nama, bentuk, susunan, dan kedudukan pemerinthan desa tidak sesuai dengan jiwa Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana yang diamanatkan dalam bagian menimbang UU No 22/99 ada keinginan kuat untuk membangkitkan system pemerintahan berdasarkan asal-ususl yang bernama Biua.

Seperti kita ketahui bahwa Kabupaten Landak dikenal sebagai daerah yang kaya dengan sumber daya alam. Sumber daya mineral, minyak dan gas bumi, intan, emas, batubara, nirkel, timah, sumber daya hutan dan lain-lain adalah sumber keayaan alam yang diberikan Tuhan kepada rakyat yang hidup turun temurun diwilayah Kabupaten Landak. Karena itu ungkapan Landak seperti untaian zamrud katulistiwa atau kolam susu di Kalimantan Barat merupakan ekspresi yang menggambarkankehidupan dan kekayan alam yang dimiliki kebupaten ini. Tetapi, apakah kekayaan alam tersebut membawa nikmat dan telah mengantarkan rakyat landak ke tingkat kesejahteraan dan kemakmuranseperti yang dicita-citakan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945?
Pertenyaan diatas mengendap setelah lebih dari tiga decade rezimOrde Baru menduduki singasana kekuasaan dalam system pemerintahan yang otoriter dan diskriminatif di negeri ini, dengan segala implikasi politik, ekonomi, social dan budaya masyarakat. Pasca Pemerintahan Orde Baru, diperoleh jawaban yang cendrung bernada negative dari sebagain besar komponen anak bangsa untuk pertanyaan di atas, dalam pengertian bahwa era kekuasaan rezim Orde Baru dinilai tidak mampu mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran yang hakiki bagi seluruh rakyat Indonesia. Tetapi, justru sebaliknya telah menimbulkan proses pemisikinan structural yang berlangsung secara sistimatik dan paradikma pengusuran sumber daya alam yang dibangun dan digunakan selama pemerintahan Orde Baru. Untuk itulah agar pemberdayaan Rakyat baik adapt maupun rakyat nonadat di kabupaten Landak betul-betul optimal dan sejalan pula dengan fakta sejarah Asal-usul Masyarakat di Kabupaten Landak maka Sistem Pemerintahn Desa harus diganti dengan system Pemerintahan Binua.

Dengan menguatnya kesadaran itu masyarakt adapt Kabupaten Landak merasa terpanggil untuk terlibat dalam partisifasi politik reorganisasi system Pemerintahan Lokal di Kabupaten Landak. Untuk itu dilakukanlaj serangkaian pertemuan masyarakat adapt pasca pertemuan tanggal 5-8 maret 2002.

Untuk mengefektitifkan pertemuan dan memperkuat jaringan kerja, maka pada pertemuan itu pula, disepakati membagi wilayah Kabupaten Landak menjadi 4 wilayah besar berdasarkan Daerah Aliran Sungai (DAS) besar, yakni DAS Samabue Karimawatn Sakayu’ untuk wilayah Kecamatan Menjalin, Kecamatan Mandor dan Kecamatan Mempawah Hulu. DAS Sakayu’ Ai’ Banyuke meranti untuk Kecamatan Menyuke dan Kecamatan Meranti. DAS Sengahe (Singkatan dari Serimbu Ngabang dan Behe) untuk Kecamatan Ngabang, Kcamatan Serimbu-Air Besar, dan Kecamatan Kuala Behe serta DAS Sangah Tumila’ Samih untuk Kecamatan Sangah Tumila dan Kecamatan Sebangki.

Kemudian secara terorganisir, diadakanlah pertemuan-pertemuan susulan di 4 DAS yang terbentuk, diantaranya: Pertemuan Masyarakat Adat DAS KArimawatn Sakayu’ di kota Menjalin pada tanggal 4-6 Juli 2002. Forum ini dihadiri oleh 64 orang peserta yang terdiri dari Kepala Binua dan perangkatnya, Pertemuan Masyarakat Adat DAS Sangah Tumila-Samilih di kota Pahuman pada tanggal 16-19 Juli 2002. Forum ini dihadiri ole 51 orang peserta yang terdiri dari Kepala Binua dan perangkatnya. Pertemuan Masyarakat Adat DAS Banyuke-Meranti di kota Darit pada tanggal 26-28 Juli 2002. Forum ini dihadiri oleh 73 orang peserta yang terdiri dari Kepala Binua dan perangkatnya. Pertemuan Masyarakat Adat DAS Sengahe di kota Ngabang pada tanggal 8-10Agustus 2002. forum ini dihadiri oleh 46 orang peserta yang teridiri dari Kepal Binua dan perangkatnya. Pertemuan Masyarakat Adat Antar DAS di Kota Pontianak pada tanggal11-14 September 2002. forum ini dihadiri oleh 112 orang peserta yang terdiri dari Kepala Binua danperangkatnya. Pada perteuan ini berhasil pula menyepakati untuk membentuk organisasi masyarakat adapt yang kemudian bernama Forum Komunikasi Timanggong Binua Kabupaten Landak (FKTB-KL), yang dietua oleh Bp V. Syaidina L, seorang Timanggong dari kecamatan Ngabang untuk periode hingga 2003. forum ini bernama ;Forum Komunikasi Timanggong Binua Kabupaten Landak (FKTB-KL).

Dari berbagai pertemuan itu, terdapat banyak agenda yang harus diperjuangankan masyarakat adapt Kabupaten Landak melalui FKTB dan jaringnya untuk kurun waktu hingga tahun 2003. banyak emang kendala yang dihadapi oleh organisasi ini, baikteknis maupun non teknis. Diantaranya ia “terkesan ekslusif”, khususnya bagi masayarakat adapt “etnis” lainnya, oleh karenanya menjelang akhir masa pemerintahan FKTB, pada awal bulan November 2003 diadadakan Lokakrya Refleksi Gerakan Masyarakat Adat Kabupaten Landak yang diselenggarakan di Kota Menjalin. Forum refelksi ini berhasi meyepakati bahwa FKTB harus tetap eksisi untuk mengawal perjuangan masyarakat adapt, untuk itu perlu diadakan Kongres Masyarakat Adat. Forum ini juga berhasil membentuk kepanitiaan Kongres yang diketuai oleh Bp Sabirin dari Kecamatan Menyuke. Dan disepakati untuk dilaksanakan pada tanggal 24-28 Februari 2004 di Kampung Nangka, Desa Nangka Kecamatan Menjalin sekitar 8 Km dari Kota Menjalin.

1 komentar:

SamihkSalako mengatakan...

hi... repo sidi maca blog nyian... dapat nahuihk saraba sadikit adat ama urakng dayak. urakng mudahk aya aku memang anahk nahuihk adat ama.

salam ampat di kuching, sarawak, msia.

-> sentiasa merindui tanah indonesia