Di Rasa Di Roso Di Tarah Di Kakap

Kamis, 27 Maret 2008

“Bangsa Dayak di tengah terjangan Modernisasi”

Istilah atau salong ini biasanya sering di pergunakan ketiga melaksanakan/ ada acara-acara tertentu, misalanya kata salong atau istilah ini sering kita dengar ketika ada orang yang melakukan acara tunangan. Biasanya patone/picara sering sekali mengeluarkan kata-kata “Di rasa di roso di tarah di kakap” kata-kata ini memang sederhana tapi manknanya sangat luas, dan arti dari istilah ini adalah; kalau mau melakukan sesuatu haru dengan hati-hati, tidak telalu gegabah. Ini salah satu artinya. Dan istilah ini juga bukan hanya di katakan sewaktu mengadakan tunangan, tetpi juga sewaktu orang tua memberi nasehat kepada anak-anak dan cucunya.

Selain itu juga ada istilah “Asu’ na nyalak biawak na turutn”, istilah/salongan ini juga banya makna dan artinya, misalnya salah satu adalah; acuh ta acuh, kalau kita mau malakukan sesuatu, dan kita ada teman, dan kita mengharapak teman kita itu untuk melakukannya, dan teman kita kira kita telah melakukannya, atau dalam bahasa dayaknyalagi “singkabaatn”.

Dan ada juga istilah “Ular Na Mati Tanag Na Kalemong Pamangkong Na Patah”, ini artinya, kita kalau berbicara dengan dengan orang lain harus hati-hati, supaya orang lain yang kita ajak bicara tidak tersinggung, dan kita yang berbicara juga harus bisa menempatkan kata-kata/penyesuaian. Istilah-istilah ini pada zaman sekarang ini sudah jarang lagi kita dengar, dan kalaupun ada tidak banyak lagi yang mengunakannya.

Karena pada zaman sekarang ini kebanyakan orang tua atau muda tidak begitu memperdulikan/mempertahankan bahasa-bahasa ibu. Misalkan saja ada orang kampung yang sudah tinggal di kota, dan sekali pulang di kampung dia bilang sudah tidak bisa berbahasa ibu lagi (kalau dia orang dayak dia sudah tidak mempergunakan bahasa dayak lagi), dan bukan hanya di kota besar, bahkan di Ibu kota kecamatan saja kebanyakan orang dayak sudah tidak mempergunakan bahasa dayak lagi, katanya malu berbahasa dayak, ini satar atau tidak, salah satu pemusnahan bahasa/orang dayak sendiri.

Kebanyaan ini terjadi dikalangan orang-orang dayak, sehingga keturunan merekapun tidak tahu berbahasa dayak, padahal dia adalah orang dayak asli, yang asalnya sama dari kampung.

Dan saya merasa heran juga dengan orang dayak selama ini, dan saya selalu bertanya-tanya di dalam hati; kenapa orang-orang dayak sudah tidak bisa mempergunakan bahasanya sendiri, apa kah susah berbahsa dayak? Kalau dia/mereka orang dayak, saya pikir untuk berbahasa dayak tidak susah, kalau dia merasa orang dayak.

Saya merasa iri dengan suku lain, walaupun mereka berada di mana dan tinggal di mana mereka tidak lupa dengan bahasanya, jangan kan tinggal di kampung, malah di perkantoran saja mereka selalau mempergunakan bahasa mereka sendiri tidak mempergunakan bahasa Indonesia. Misalnya bahsa Melayu, bahasa ini dapat kita denganr dimana-mana, baik itu di pasar, di kantor camat, di kantor bupati, dan bahkan di kantor Gubernur bahasa ini sudah pamiliar, dan yang mengunakannya bukan hanya orang-orang mereka tetpai orang Dayak, Jawa,Cina juga ikut-ikutan mempergunakan bahasa mereka.

Saya selaku orang dayak yang tinggal di pelosok Kampung/Binua, merasa perihatin dengan keberadaan orang dayak yang selama ini tinggal di perkotaan dan sekitarnya. Merasa kasihan dengan anak-anak mereka yang sudah tidak tahu lagi adat istiadat dan bahasa aslinya. Malah kecendrungan mereka mempergunakan bahsa Indonesia yang setengah-setengah yang di campur dengan bahsa melayu atau istilah orang dayak bahasa Taomora.

Saya minta maaf, saya menulis ini tidak bermaksud menyinggung siapapun, saya Cuma merasa perihatin dengan keberadaan orang daya nantinya, sekali lagi saya minta maaf kalau tulisan saya ini menyinggung perasaan bapak/ibu/sdra/i semua.

Abis ma’alom aku nian urakng enek urang muda, buke aku makatn ngabisan, nanatk mutusatn ka dalapm bahasa man adat diri dayak nian.

KATA-KATA BIJAK BAHASA DAYAK KANAYATN

1. Rasa roso tarah kakap
2. Asu’ ina’ naik biawak ina’ turutn
3. Mangkong ular, ularnya ina’mati,pamangkong ina’patah, tanah ina’ kalamokng
4. Nampar ai’ ka dulakng
5. Koa na’koa ja karoak
6. Sae gatal koa nang ngaru’
7. Nyoyong ka ilir tama’ bubu, nyonyong ka ulu tama’ sukatn diapm ka tangah ulih pukat.

0 komentar: