Di Rasa Di Roso Di Tarah Di Kakap

Kamis, 26 Juni 2008

Sejarah Singkat mengenai Kampung Kayuara, Binua Gado, Kecamatan Mempawah Hulu

oleh; Sunawar Owat


Sejarah ini di awali dari tempat tempat tinggal mereka yang pertama kalinya dan sampai ke tempat tinggal mereka yang terakir yang sampai sekarang masih merka diami.

Timu’, adalah merupakan salah satu tempat yang pernah di huni dan didiami oleh nenek moyang orang kayu ara pada dulunya, timu’ ini merupakan tempat tinggal mereka yang pertama kalinya. Nenek moyang orang Kayura tinggal di Timu’ ini selama 26 tahun, dan selama tinggal di timu mereka menam pohon-pohon buah yang kelak akan menjadi modal bagi anak cucu mereka. Selma dua puh enam tahun lamanya mereka tinggal di Timu’ buah-buahan yang mereka tanam pun semakin banyak sehingga membuat tempat tinggal mereka dan kehidupan mereka merasa tergangu oleh tanam mereka sendiri, melihat hal itu mereka mengadakan musyawarah dan mupakat di tinggkat kampung mereka, di dalam kesepakatan itu mereka memutuskan untuk meninggalkan Timu’ dan akan mencari tempat baru lagi, yaitu ke Ne’ Angup.

Ne’ Angup ini adalah merupakan tempat tinggal mereka yang kedua kalunya, dan selama mereka pindah dari Timu’ kehidupan mereka sangat susah sekali karena mereka harus mencari bahan-bahan bangunan rumah mereka, dan sudah agak lama mereka tinggal di Ne’ Angup ini mereka kembali mengulangi apa yang menjadi kebiasan mereka selama tinggal di Timu’ dan selain melakukan kebiasaan yang pernah mereka lakukan mereka juga membuat sawah dan jalan menuju Timu’ yang merupakan tempat tinggal mereka yang pertama kalinya. Mereka sangat menikmati kehidupannya di Ne’ Angup ini, dan pada suatu hari mereka sangat terkejut seklai ketika ada salah sorang dari mereka yang meninggal dunia, kena sampar panyakit yang secara tiba-tiba, melihat hal itu mereka merasa gelisah sekali Karena mernurut kepercayaan masyarakat Adat Dayak itu merupakan sebuah tanda, bahwa akan datang lagi musibah yang besar. Sudah tiga bulan lamanya setelah musibah itu, mereka langsung mengambil sikap untuk mencari tempat baru lagi yang di anggap aman dari segala mara bahaya. Mereka pada akhirnya meninggalkan Ne’ Angup, dan mencari tempat baru lagi.

Parancang adalah tempat tinggal mereka yang ketiga kalinya, dan tidak begitu lama mereka tinggal di Parancang mereka kena serang wabah penyakit perut dan semua masyarakat kena penyakit perut. Melihat halitu demikian lalu mereka merencanakan untuk pindah lagi, dan pada malam harinya mereka mengadakan rapat guna untuk merencanakan kemana mereka akan pindah dan pada malam itu juga mereka telah sepakat untuk pindah ke Tuha.

Tuha adalah tempat tinggal mereka yang keempat kalinya, dan mereka tinggal di Tuha memang agak lama. Selama mereka tinggal di Tuha mereka sempat menanam buah-buahan, semakin lama mereka tinggal di siitu, buah-buahan yang mereka tanam pun semakin besar. Dan pada suatu malam dengan secara tiba-tiba, burung mendatangi rumah salah seorang penduduk, lalu tuan runah yang di datangi oleh burung inipun melaporkan apa yang telah terjadi di rumahnya pada malam itu. Lalu orang kampung sepakat untuk meningalkan tempat tinggal mereka dan terpaksa mereka harus pindah lagi. Dan pada malam berikutnya mereka berkumpul kemali guna untuk merencanakan dan memutuskan kemana mereka akan pindah, dan pada malam itu juga mereka sepakat akan pindah ke Papadu’.

Papadu’ ini adalah tempat tinggal mereka yang kelima kalinya, dan setela mereka pindah dari Tuha lalu mereka membikin rumah dan membuat ladang, setelah rumah mereka sudah selesai mereka bikin dan ladang mereka sudah siap di panen. Setelah mereka sudah selesai panen dan bekas ladang mereka di tanami buah-buahan. Pada suatu saat mereka merencanakan mau pesta padi, dan sukurlah pesta padi mereka terlaksana, sunguh tidak disangka dan diduga, karena seminggu setelah mereka selesai mengadakan pesta, ada salah seorang penduduk mereka meninggal di serang penyakit. melihat halitu demikian lalu mereka bersepakat untuk meninggalkan tempat itu, hasil keputusan mereka bersama bahwa mereka akan pindah ke Satoko’.

Satoko’ adalah tempat tinggal mereka yang keenam kalinya, dan setelah usai perpindahan nya dari Papadu’ di Satoko’ ini mereka menanam buah-buahan, dan semakin lama mereka tinggal di Satoko’ ini semakin besar pula buah-buahan yang mereka tanam sehinga membuat tempat tinggal mereka semakin terhimpit. Sehinga menyebabkan mereka untuk pindah kembali. Setelah 15 tahun lamanya mereka tinggal di Satoko’ , lalu mereka menyepakti untuk pindah lagi karena di Satoko’ mereka sudah terhimpit oleh buah-buahan yang telah mereka tanam, dari situ pula mereka menyepakti untuk pindah ke Panda.

Panda adalah tempat tinggal mereka yang ketujuh kalinya, dan setelah mereka tinggal di Panda ini mereka pun mengadakan hal yang sama seperti yang di laksanakan ke Satoko’ , kegiatan mereka hanya menanam buah-buahan saja sehinga membuat mereka semakin ter himpit oleh buah-buahan yang mereka tanam, dan secara terpaksa mereka harus meninggalkan tempat tiu lagi. Pada malam harinya mereka berkumpul guna untuk menutuskan dan menyepakti kemana mereka akan pindah, karena sudah berapa kalai kita pindah ,kita tidak pernah mendapat tempat yang layak dan tidak pernah mendapat tempat yang meneatap. pada malam itu juga mereka menyepakati untuk pindah ke Kayuara.


Kayuara adalah tempat tinggal mereka yang ke delapan kalinya, dan di Kayuara inilah mereka menetap sampai sekarang ini.

Itulah sejarah singat Kampung Kayuara, dan nama dari Kayuara itu sendiri adalah nama Pohon Beringin, karena di tempat itu dulunya banyak pohon Beringin, itulah sebabnya tempat/ Kampung ini di namakan Kayu Ara. Dan di bekas tempat tinggal mereka yang lama-lama di namakan Timawakng, Timawakng yang berarti bekas rumah/kampung, di Timawakng ini banyak sekali tanaman buah-buahan,dan yang paling dominant di tanam adalah pohon durian. Sampai sekarang tanaman-tanaman itu masih bisa di ambil hasilnya. Dan dari kesmuanya itu merupakan aset dari Binua atau Kampung itu sendiri.


0 komentar: