Di Rasa Di Roso Di Tarah Di Kakap

Selasa, 11 Maret 2008

KISAH PANGALAYO YANG DIUSIR DARI RUMAH ORANG TUANYA


Tahun 1998, ini adalah tahun yang sial bagi Pangalayo, ketika itu Pangalayo, pergi ketempat kawannya Peri yang tinggal di kampung Tikalokng, sepulang dari Tikalong, tiba-tiba Titi kakak pangalayo yang tua memarahinya,pangalayo ngak tahu apa yang terjadi dan apa sebabnya kaknya begitu marah dengan nya.

Bebrapa hari kemudian Pangalayo ini bertanya dengan Chosmas abangnya. Bang kenapa si kak Titi marah kepada ku? Kamu ini memang nagk tau diri sahut abangnya, perengkaran pun terjadi antara pangalayo dan Chosmas abangnya. Karena merasa tidak bersalah Pangalayo, masih tinggal di rumah, seminggu kemudian pangalayo pergi menjenguk temannya Atet yang sedang sakit di kampung tunang.

Dan sepulang dari tunang ini lah pangalayo benar-benar di marahi oleh kakak dan abng-abangnya, sehingga pangalayo harus minggat dari rumah orang tua nya sendiri. Pertengakaran antara kakak dan adik ini tidak di ketahui oleh kedua orang tuanya. Pangalayo pun pergi meninggalkan rumahnya, pangalayo sendiri ngak tahu kemana ia harus pergi, malaupun di guyur hujan pangalayo tetap saja melangkahkan kakinya. Dengan membwa hati yang sedih dan bingun dengan apa yang terjadi pada dirinya, sehingga di tak tau lagi kemana sudah dia berada.

Sekali datang di kampung antus, pangalayo dipanggil temannya, tolek, pangalayo..mau kemana kamu, kok kamu hari ini kayak orang mau pindah, membawa tas apa segala? Pangalayo tetap tidak mau berbicra dia hanya diam-diam seribu bahasa. Tolek teman pangalayo tetap membujuknya supaya pangalayo mau bercerita, pangalayo, kita kan dah lama kenal, apa yang kamu rasakan kami juga turut merasakannya, apa yang terjadi sebenarnya? Tanya Tolek lagi, gini lek, aku ini diusir oleh keluarga ku dari rumah, jadi aku ini bingung mau kemana, dan bingung apa yang salahku sehingga keluraga ku begini dengan ku, o...gitu sahut tolek, kalau gitu kamu tinggal dengan kami saja pangalo gimana, tolek menari temannya tinggal dengan mereka, ngak usah lek aku takut negropotin kalin, biarlah aku menentukan sendiri kemana aku akan tinggal dan apa yang harus ku lakukan.

Keesokkan harinya, pangalyo pamit dengan tolek dan keluarganya, om, te..aku mungkin harus peri lagi, tah kemana, pamit pangalayo, lo ngapa kamu buru-buru, kan kata tolek kamu mau tinggal di sini, kenapa harus pergi? Ngak om...te.. bagaimana pun aku ngak mau negerpotin om, dan tante, apa lagi nanti kalau keluraga ku tau aku tinggal dengan om dan tante, aku ngak enak juga sama om, dan tante. Kalau begitu keinginan kamu terserah kamu saja, hati-hati ya, ya om sahut pangalyo datar. Lek aku permisi dulu ya, maaf aku ngak bisa tinggal di rumahmu, ya..hati-hati ya. Iya sahut pangalayo sambil melangkahkan kakinya yang nagk tau kemana dia harus melangkah dan mengadu nasipnya.

Didalam perjalan pangalayo teringat dengan seorang temannya yang ada di Tikalong, mudah-mudahan dia mau menerimaku tinggal di sana, unjur pangalayo dalam hatinya, pangalayo pun menuju ke kampung Tikaolng ke tempat kawannya yang dulu pernh tinggal di kampung nekmaih. Sesampainya di tikalong pangalayo langsung menuju rumah peri temannya itu, tampa basa basilagi pangalayo langsung masuk kedalam rumah dan langsung mengabil air minum, karena didalam perjalanan pangalayo merasa sangat gerah sekali.
Peri dan orang tuanya terkejut melihat pangalayo datang agak aneh kali ini, peri langsung menanyai pangalayo, mau kemana ni banyak betul bawa pakaian, jalan jauh ya? Pangalayo diam sejenak sambil menudukan kepalanya, pangalayo terduduk seakan-akan tidak bertenaga lagi untuk menceritakan apa yang terjadi kepadanya. Pangalayo meneguk lagi ari dalam gelasnya, dan baru ia menceritakan nya, gni per aku ini di usir oleh keluarga ku dari rumah, jadi kalau kalian tidak keberatan aku untuk semtara aku mau tinggal di sini. Mendengar cerita pangalayo demikian Peri dan kedua orang tuanya mengijikan Pangalayo tinggal bersamanya.

Pangalayo tinggal di tikalong selama satu tahun, selama tinggal di tikalokng, setiap paginya pangalayo menyedap garap ”motokng gatah”, dan setelah setahun lebih tidak pernah pulang ke kampung halaman, orang tua pangalayo mencari-cari pangalayo, bertanya kesana kemari, dan mencari kesana kemari ngak juga ketemu juga, sehingga pada suatu hari bapak peri turun ke pasar dengan tidak sengaja ia bertemua dengan orang tua pangalayo. Orang tua pangalayo bertanya dengan pak peri, ada pangalayo ke sana?, memangnya ada apa dengan pangalayo? Pa peri baliknaya, pangalayo dah setahun lebih ngak pernah pulang kerumah, ibunya mencari dia terus, aku bingung kemana aku harus mencarinya, jawab pak, sugun, ayahnya pangalayo, dia pergi gara-gara bertengar dengan kakak dan abang-abangnya, saya dan ibunya ngak tahu apa yang mereka pertengkarkan sehingga pangalayo pergi dari rumah. O..gitu ceritanya kata pa peri, gina pa. Sugun, pangalayo jangan terlalu dipikirkan dia sehat-sehat saja, kamu tau pangalayo ada di mana tanya pak sugun dengan penuh harapan. Pangalayo sudah setahun ini tinggal dengan saya. Jawab pak peri. Bilang sama Pangalayo ibunya mencari dia. Ialh sahut pa.peri.

Sesampai di rumah pak peri bercerita dengan pangalayo bahawa dia tadi dipasar ketemua dengan ayahnya, pangalayo, tadi aku ketemu dengan bapak mu dan dia bilang ibu mu mencai kamu. Mendengar cerita itu, ngak terasa air mata pangalayo membasahi pipinya, pangalayo teringat dengan ibunya, yang selalu memamnjakannya, malupun ia bukan akan bungsu. Kerinduan Pangalayo dengan ibunya dan adik bungsunya ngak tertahan lagi, besoknya ia langsung pulang dengan mengendari motor pak peri, sampai di rumah pangalayo langsung menyakan ibunya dan miki adik bungsunya, kepada teres adiknya,res kemana ibu dan miki, ada jawab ters singkat, pangalayo langsung masuk dan memluk ibu dan miki si bungsu,air mata dan isakkan tangispun mengiringi pertemuan pangalayo, dengan ibu dan si bungsu, yang selama setahun lebih tidak bertemu, akibat dari pertengkarannya dengan kakak dan abangnya.

1 komentar:

PAMORRE mengatakan...

Kasihan ya pangalayo.............

Tapi kayaknya ini berubah menjadi sengsara membawa nikmat.