Di Rasa Di Roso Di Tarah Di Kakap

Kamis, 10 April 2008

Megenal Binua Pulo

Mengenal Binua Pulo

Binua Pulo adalah bagian dari wilayah Republik Indonesia pada umumnya, dan pada khususnya berada di dalam wilayah Pemerintahan Daerah Kabupaten Landak Kalimantan Barat. Suku dayak adalah penduduk pribumi di Binua Pulo. Pada zaman penjajahan Binua Pulo adalah merupakan daerah yang dijajah oleh bangasa Belanda

Binua Pulo adalah Binua yang terletak di perhuluan Sunge Landak, di Kecamatan Air Besar, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat. Di Binua Pulo ini pada zaman dulu mengunakan trasportasi Sungai. Dan sekarang untuk menuju atau pergi ke Binua Pulo ini sudah bisa mengunakan kendaraan darat seperti roda empat dan roda dua. Binua Pulo merupakan darah yang kaya akan simber daya alam, di sana adalah merupakan daerh yang memiliki sumber tambng Intan, selain itu juga daerah ini sebenarnya banyak juga sumber-sumber wisata dan rekreasi, seperti air terjuan Riam Banangar, Riam ini adalah riam yang tertingi di daerah Kabupaten Landak, yang tingginya sampai tujuh tingat dari air terjuan yang biasanya. Binua Pulo ini berbatasan dengan tiga Kabupaten dan berbatas langsung dengan Negara Malaysia, yaitu dengan Kabupaten Sanggau, meliputi kecamatan Entikong, Kembayan, Beduwai. Sedangkan Kabupaten Bengkayang meliputi kecamatan sanggau Ledo, Seluas, Sunti Sumorong, Siding.

Menurut penuturan beberapa sumber di Binua Pulo ini dulu ada terdapat Suku Pulo yang bertempat tinggal di Nanga Nyori, dan sekarang ini Suku Pulo sudah tidak diketahui lagi keberadaannya, nama dari tempat tinggal Suku Pulo ini di abadikan menjadi nama Desa yaitu Desa Nyori. Penduduk Pulo ini berasal dari Enteruk/antui yang berasal dari manusia bunyi’an (roh halus). Nama dari Kampung Antui berasal dari kata Antu/Hantu menurut sebutan penduduk yang tinggal di tempat tersebut, dan kemudian berkembang dengan sebutan Antui. Suku Pulo mulai mendiam tempat ini di perkirakan jauh sebelum penjajagan Belanda.

Sedangkan kata Nyori ini berasal dari bahasa Untuyuk/antuwi, kata itu diambil dari sejenis tumbuhan yaitu Anyali’, lalu kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Enteruk yang berarti Nyori. Menurut penuturan Pak Umit Gunawan bahwa penduduk Nyori bertempat tinggal di Dusun Hanura, Desa Serimbu, penduduk yang pertama meniami/tinggal di kampung Nyori adalah; Nek Tareju, Nek Buing, Nek Ikok (ini berasal dari Kampung Karonang Manyuke, datang di Kampung Nyori pada zama Bakayo). Pemerintahan di kampung ini adalah pemerintahan lokal yang di pimpim oleh Timanggong. Dan Temenggung yang pertama memimpin Binua Pulo ini adalah Nek Tareju, setelah itu digantikan oleh Nek Ikok dan setelah Nek Ikok di lanjutkan oleh Nek Kuning pada tahun 1930-1950an, dan Nek Dokol pada tahun 1950-1960an, dan kemudian dilanjutkan oleh Nek Resi pada tahun 1960-1974, baru diteruskan oleh Usman Japar pada tahun 1975-sekarang. Selain ada kepemimpinan Binua juga ada kepemimpinan di tingkat kampung, dan pengurus/ orang yang pernah menjadi pemimpin di tingkat kampung Noyori adalah; Nek Banyei, Nek Dokol, Nek Tangkong, Nek P.Y. Resep, R. Junpen, Yohanes Atel.

Kampung Nyori ini kemudia berkembang dan menyebar di beberapa tempat dengan hidup berkelompok antara lain; pertemuan Nyake dan berkembang lagi menjadi Nyake Tembawang. Kampung Nyake Tembawang berasal dari kata yang menyebut sebuah sungai yaitu Sungai Nyake dalam bahasa Suku Pulo/Nyori/Enteruk. Dan sekarang tempat ini disebut dengan Kampung Nyake Tembawang. Pemimpin yang pernah menjabat di Kampung Nyake Tembawang adalah Laoh,Lahon, Nek Gambot, Lincut, Belangku,Saremas,Asen, Luten, P.Y. Asui, Adus, Jadi, Udin.
Selain Kampung Nyake pecahan dari kampung Nyori, penduduk kampung Nyori juga ada yang tinggal di Mayuh. Kata atau nama dari Mayu ini di ambil dari nama sebuah Sungai yaitu Sungai Mayuh, dan kemudian Kampung Mayuh ini berkembang menjadi sebuah Desa yaitu Desa Mayuh. Kampung Mayuh ini di pimpin oleh pemimpin kampung seperti; Nek Usuwe, Mare/Nek Dorasak, Ipai, Y.Negoh, Sian, Lusmayuto, Y. Syukor, Paulus. D.

Menurut sumber lain yaitu Pak Acap dan Pak Gondet, penduduk Kampung Nyake Tembawang yang menyatakan Binua Pulo adalah tanah yang pernah didiami dan ditinggalkan dari Suku Enpalikng. Ketika itu Kampung mereka terkena musibah wabah penyakit sampar atau masa, penduduk tersebut hampir mati semua. Maka tanah dimaksud disebut tanah Empalikng. Kemudian tanah Empalikng yang ditinggalkan suku Ealikng itu akhirnya didiami suku pulo, lalu dinamai tanah
pulo/ Benua Pulo. Suku Empalikng sebelum pindah juga pernah tinggal dibenua pulo tepatnya di Nanga nyori/ temabawang nyori, karena takut terulang lagi penyakit sampar maka mereka pindah ketempat tinggal yang baru adalah ditembawang Lawet atau kampung Laboh. Tempat tinggal suku Empalikng sekarag disebut Benua Sempatukng yang melahirkan keturunan suku tengon.

Mereka berasal dari manusia bunyian/ manusia jadi-jadian. Suku luar pulo ini sudah didami suku pendatang, mereka adalah suku Banyuke yang dibawa oleh Ne’ Pangansak yang bearasal dari penduduk suku Bnayuke misalnya dari kampung Jarikng Karonang, Paloh, Bagantukng, Ngero dll. Alas an suku Banyuke pindah dan tinggal dibenua pulo adalatar belakngnya : ketika penduduk pulo tinggal dan hidup dibenua pulo mereka tentu ingin hidup aman dan bahagia. Lalu kemudian mereka merenungkan hidupnya mau selamat dan bahagia.
Lalu ada pemikiran menurut cerita orang tua zaman dahulu. Katanya mengangkat hidup supaya hidu yang lebih yaman, kita harus membuat adapt-istiadat itu disebut adat Totokng. Bagaimana adat Totokng menurut pikiran mereka……?. Adat Totokng harus dibuat tapi harus ada kepala kayo. Sekarang ditempat lainpun sama seperti cerita suku dayak pulo. Ketika mereka saling berpikir dan merenungkan sambil menjalankan hidupnya yang baik dalam hidup sehari-hari, tiba-tiba suku pulo dikayo/ diserang suku jagu yang berasal dari dua daerah. Yang pertama dari benua Jagu sekarang kampung Entikong, Kec. Entikong , Kab. Sanggau. Kemudian suku jagu yang kedua adalah berasal dari benua jaga sekarang kampung Temungkura uib,Serawak Malasia dekat kota Tebedu.
Kayo suku jagu kepala suku pulo dipimpin oleh panglima jagu yang pedangnya sebesar daun pisang . Kekuatan pedang panglima jagu dapat memancung batang kayu Tapakng sekali pancung putus bila cerita dengan kehebatan pedangnya itu panglima dan anak buahnya mengayao suku pulo. Mereka pergi mengayao pada malam dinihari. Membawa bekal seadanya lalu mereka membunuh suku pulo hampir mati semua. Kemudian kepala suku pulo yang mati ditusuk pula Uwi saga sepanjang meter saga banyaknya oleh mereka dibawa pulang kebenua jagu.
Suku pulo membalas dengan meminta bantuan suku Banyuke melaui Ne’ Pangarah. Suku Banyuke yaitu panglima Ne’ Pangarah memiliki kehebatan gaib antara lain :1), Punya ilmu Palongkat Tanah, yang dapat digunakan untuk berjalankaki dari daerah Banyuke kedaerah benua pulo sekalaman/ sepagi saja. 2), Punya ilmu Pangalangok, ilmu itu dipergunakan untuk menyeberang sungai besar adalah dengan cara melompat sampai diseberang sungai. 3), Punya Sumpit Ajaib, sumpit ajaib itu diisi dengan getah pohon ipuh yang mempunyai bias / racun.

Ketika suku pulo membalas kayo suku jagu mereka dipimpin oleh panglima Ne’ Pangarah, setelah mereka tiba dibenua jagu mereka melihat suku jagu sudah siap menghalang serangan suku pulo diseberang sungai sekayam, pangliam jagu sudah menenteng pedangnya yang sebesar daun pisang itu. Beres pasukan suku pulo. Akhirnya panglima Ne’ Pangarah dan rombonganya melakukan perlawanan dilakukan Ne’ pangarah dengan menyumpit lipat kaki pangliam jagu mati terempar. Lalu panglima Ne’ Pangarah beserta rombongan mengambil dan memotong kepala panglima suku jagu yang mati terlempar dalam perang sumpit itu.lalu mereka membawa kepala pangliam jagu pulang kebenua pulo disimpang dipanc benua pulo/kampung nyori sekarang dan tengkorak kepala panglima jagu sebesar korongan manok/ ayam menurut cerita. Untuk memelihara tengkorak kepala kayo itu diadakan upacara adat yang dinamakan notokng. Upacara adat notokng diadakan dua kali dalam satu tahun bersama-sama dengan upacara pesta adat tahun baru dan naik dango. Kemudian upara adat tahun dan naik dango diperingati setiap tahun dan secar turun temurun.

Setelah menang perang berkayo suku pulo dibantu Ne’ Pangarah melawan suku jaga, lalu suku pulo menawarkan upah kepala kepada Ne’ Pangarah sebagai imbalan membnatu suku dalam bakayo, suku pulo membuka pintu rumah/ kamar tidurnya dan mengijinkan Ne’ Pangarah mencari bini dan anak daranya selama tujuh hari tujuh malam, Ne’ Parah menolak tawaran itu dengan alas an pantang atau mali’. Ne’ Pangarah punya usul kapan suku Pulo, apakah saya diijin untuk membawa suku Banyuke untuk pindah atau tinggal dibenua Pulo…? Usul itu diterima maka Ne’ Pangarah bersama suku Banyuke lainya diajak pindah dan tinggal dibenua Pulo. Karena Ne’ Pangarah, mengarah/ mengajak suku Banyuke pindah dan tinggal dibenua tersebut maka disebut Ne’ Pangarah. Sebelum tinggal dibenua Pulo, Ne’ Pangarag tinggal di nanga tauh, sungai paat sebuah sungai manggan anyang naga nyori ditembawang nyori akhirnya tinggal dan menetap dikampung nyake tembawang meninggal dikampung tersebut dikuburkan diperbatasan semanik.

Dalam rangka untuk berdomisili hidup sehari-hari antara satu dengan yang lain suku Pulo memaki dua bahasa antara lain : Penduduk suku Pulo asli memakai bahasa Ba’nyop. Bahasa Ba’nyop suku Pulo, kampung nyori logatnya mudah perlahan dan bahasa kampung Bangape kampung
nyori juga logatnya pelan dan tekanan suara didalam. Jadi bahasa yang dipakai
kampung nyori ada dua : Bahasa Ba’ngop dan Bangape. Sementara bahasa Ba’nyop kampung antuai pengucapanya adalah cepat dan keras kemudian suara lantang. Dan bahasa Ba’ nyop suku Empalikng/ Sempatung mengucapkan suaranya Halus, kecil hampir payah didengar.

Sementara itu Penduduk pendatang atau suku yang datang/ pindah dari daerah Banyuke
kebinua Pulo, mereka memakai bahasa bangape. Dibinua Pulo ada 5 kampung
yang memaki bahasa bangape, yakni :a. Kampung nyake tembawang mempergunakan bahasa bangpe, agak cepat Tekananya kedengaran diluar dan lantang. b.Kampung Merenyuh memakai bahsa bangape, sangat perlahan tekanan suaranya Keras diluar. c. Kampung nyake Entamu adalah memaki bahasa bangape yang mirip dengan kampung Nayake tembawang. d. Kampung Batu Baru adalah memakai bahasa bangape sedang logat dan tekanan Suara hampir mirip bahasa bangape kampung Nyori dan Merenyuh. e. Kampung Perbuak adalah memaki bahasa belangin agak perlahan aliran bahasa kampung Teuh Desa Engkangin. Selain itu ada juga sebuah Kampung, yaitu Kampung Anyang yang memaki bahasa melayu, bahasa melayu ini campuran antara bahasa Melayu Serimbu dengan bahasa Melayu Entikong, Kabupaten Sanggau.
Walupun demikian bahasa yang dipergunakan sehari-hari di kampung atau Binua Pulo, memakai dua bahasa saja yaitu dengan bahasa ba’ nyop dan bahasa bangape.

Berdasarkan fakta yang ada dalam kehidupan sehari-hari masyarakat pulo selalu hidup rukun dan damai secara berdampingan antara satu dengan yang lainya. Kehidupan yang tertib dan damai selalu dibutuhkan dalam kehidupan manusia. Tentu untuk menciptakan hidup yang damai dan tertib selalu dibutuhkan aturan dalam kehidupan. Aturan yang mengatur kehidupan manusia disebut adat. Kemudian adat yang dipakai untuk mengatur suku pulo disebut Adat Pareal.

Adat pareal adalah sebuah Badan atau Lembaga. Lembaga yang dibuat/ diciptakan Nenek moyang Suku Dayak Binua Pulo sebagai sejarah mula asalnya adat didalam dunia ini. Adat Pareal adalah merupakan lembaga adat tertinggi sebagai pedoman yang dipakai masyarakat adat. Untuk menentukan apakah manusia hidup didunia ini memakai adat atau tidak denagan kata lain, beradat atau tidak beradat. Lembaga adat adalah aturan yang harus dipakai, dipertahankan dan dilestarikan oleh masyarakat suku Dayak secara turun temurun. Sedangkan hukum adat yang dipakai oleh suku Pulo dinamakan real.

Adat real adalah suatu ukuran yang dipakai untuk menentukan bermacam-macam hukuman yang dikenakan kepada manusia yang dianggap bersalah. Kemudian manusia yang melakukan kesalahan itu harus dihukum denagn hukum adat. Hukum adat dengan digunakan bermacam-macam jenis kegiatan, maupun kesalahan yang dibuat oleh manusia/ masyarakat.
Hukum adat bersifat mengikat, mengharuskan, mengantarkan, mengesahkan, menyelamatkan, mendamaikan dan membuat orang menjadi malu akhirnya, membuat manusia menjadi beradat/ bersopan santun. Adat real yang dipakai suku pulo asal-usulnya adalah dari “Sali’ Sabakal, Ne’ Unte Tanyukng Bunga “. Sedangkan asal keturunan ada “Baras Banyu” yang menjadi asal mula kehidupan manusia didunia menurut cerita lisan dari Nenek moyang Suku Dayak dahulu kala.

0 komentar: