Di Rasa Di Roso Di Tarah Di Kakap

Senin, 07 April 2008

Tradisi Beladang bagi orang Dayak


Bamoto’tn (Berladang )

Cara membuat Ladang
Sebenarnya berladang ini tidaklah sulit bagi kita yang mau melakukannya. Bagi orang dayak berladang ini sudah menjadi tradisi dari sejak Nenek moyang terdahulu, dan berladang ini sendiri ada beberapa tahapan yang harus kita lakukan, dan tahapan yang pertama harus melakukan Baburukng, (baburukng ini di lakukan oleh kelompok masyarakat yang ada, baburukng ini di lakukan di tempat yang di anggap sacaral bagi masyarakat setempat, dan tujuan dari baburukng ini adalah meminta kepada jubata ai’ tanah, supaya tempat yang akan kita jadikan lading tidak di gangu oleh hal-hal yang tidak kita inginkan, selain itu juga baburukng ini bertujuan meminta petunjuk kepada jubata daerah mana yang akan di jadikan lading dan sawah).

Tahapan kedua kita harus melakukan sembayang besi, sembayang basi ini bertujuan suapaya besi yang kita pergunakan seperti pisu dan lain sebagainya tidak melukai kita yang mempergunakannya, (karena menurut kepercayaan orang dayak besi mempunyai jubata juga), sembayang basi ini dilakuakn di tempat panyugu, dan setelah itu kita melakukan pantangan selama tiga hari tidak mengunakan pisu ke hutan.

Tahapan ke tiga adalah ngawah, ngawah ini bertujuan untuk melihat lahan yang cocok untuk dibuat lading, kita mau pergi ngawah ini harus membawa sirih sekapur, ini bertujuan untuk pamit kebata roh halus yang tinggal di tempat kita mau membuat lading supaya di tidak mengangu kita nantinya, dan selain itu kita juga harus mendengarkan kata-kata rasi, seperti bunyi burung dan rusa yang di anggap kata rasi.

Tahapan ke empat adalah Nebas. Nebas adalah suatu pekerjaan yang akan kita lakukan dalam pembuatan ladang maupun sawah, ini bertujuan untuk membersihkan kayu-kayu yang kecil.

Tahapan ke lima adalah Nebang. Ini bertujuan untuk menebang kayu-kayu yang besar. Nebang ini dilakukan biasanya setelah tiga hari atau seminggu setelah penebasan selesai dilakukan.

Tahapan ke enam adalah Ngarangke Raba’ (mengeringkan ranting dan batang kayu), ngarange raba ini di lakukan selama satu bulan atatu lebih dan setelah raba’ ini sudah kering betul ada lgai istilih nagrentes, ini bertujuan untuk melakukan pencegahan supaya sewaktu membkar api tidak merembet kemana-mana (nyangkit), dan setelah selesai kita melakukan rentesan baru kita bisa membakar ladang, dan melakukan pembakaran ini kita tidak bisa satu orang kita harus berkelompok supaya bisa mengontrol api supaya di tidak menjalar kemana-mana. Setelah melakukan pembakaran, kita baru melakukan yang namanya Ngalaet/Ngarantak (membersikan sisa-sisa pembakaran) dan setelah semua sisa pembakaran ini tadi kita bersihkan baru kita mencari hari dan tanggal yang baik (menurut ramalan bintang dll) untuk melakukan peneburan benih (nugal), mencari hari dan tanggal yang baik ini bertujuan supaya kita melakukan penaburan bibit (nugal) tidak bertepatan dengan hari binatang, pekerjaan ini sangat sensitip sekali, kalau kita salah mencari hari dan tanggal yang baik maka ladang kita akan habis di makan hama seperti tikus burung dan lain-lain. Setelah satu bulan kita selesai melakukan penaburan bibit (nugal), kita harus melakukan ngamalo lubakng tugal, ini kitalakukan guna untuk memberi makan padi yang kita tanam dan selain itu juga untuk menjaga kemuningkinan ada binatang atau hama yang mau merusak padi kita, dan dengan upaca ini kita meminta supaya Jubata (Tuhan) menjaga tanam kita supaya terhindar dari hama dan penyakit padi lainnya. Upcara ini memakai ayam satu ekor dan lengkap dengan alat sesajiannya, dan upacara ini juga di doakan oleh imam kampung (panyangahatn).

Dan setelah semua yang diatas sudah kita lakukan, dan padi sudah siap panen, kita mengadakan upacara adat Mipit, mipit ini kita lakukan untuk mensukuri hasil pekerjaan dan sekaligus mebilangkannya kepada jubata bahwa padi sudah mau di panen. Kebiasaan masyarakat adat setelah selesai panen bekas ladang ini tidak ditinggalkan begitu saja, biasanya mereka menanminya dengan buah-buahan dan karet.

0 komentar: